
Well, jika masalah ini masih hangat dan menjadi incaran media di dalam negeri, saya mencoba melihat di beberapa koran berbahasa asing di luar negeri.
Dengan bantuan google dan bing, dan kata kunci „aceh punk atau punk in Aceh“ saya temukan bagitu banyak berita tentang hal ini di internet. Di google saja, dengan kata kunci yang saya masukkan, terdapat sekitar 2,120,000 hasil dalam 0,25 detik. Tentu, tidak semua berita berhubungan dengan masalah penangkapan anak punk beberapa hari lalu memang, tapi tetap saja banyak.
Pertama saya coba lihat di Jerman. Di Negara asal pesepak bola Mesut üzil ini,setidaknya ada dua Koran (online) yang menulis tentang hal ini. Welt online pada hari rabu 14 Dezember kemarin misalnya mengankat berita “60 Punks bei Konzert zur Umerziehung verhaftet“ atau dalam bahasa indonesia kira-kira bermakna “60 punk di tangkap di sebuah konser amal“ dengan berita diawali dengan 4 buah foto (yang relativ sama dengan koran2 lain) dimana anak2 punk itu sedang di cukur dan sedang dimandikan. Beritanya juga kutipan dari sumber lain berupa komentar dari wakil wali kota, pihak kepolisian dan salah seorang anak punk yang ikut ditangkap. Menarik karena memang tidak ada komentar masyarakat yang disertakan dalam pemberitaan ini. Dan yang membuat saya terkejut adalah ada salah satu komen pembacanya „seandainya (anak punk) yang di alexanderplatz ikut di tertibkan, maka (Berlin) akan lebih baik“, namun banyak juga komentar negatif yang menyindir tentang syariat islam di aceh, menghubungkan dengan NAZI dan bahkan ada yang menghubungkan dengan batuan jerman pasca tsunami di aceh, walau banyak juga yang cukup fair dalam menanggapi berita ini.
Keesokan harinya, koran yang sama masih mengangkat berita yang bersangkuta dengan judul „Indonesien drangsaliert die eigene Jugend“ atau Indonesia melecehkan pemuda (warga)nya sendiri. tidak banyak yang bisa saya komentara dari berita ini.

Koran (online) Jerman lain yang berbasis di Berlin, Berliner morgenpost tidak ikut ketinggalan. Di hari yang sama rabu (14.12) bahkan koran ini mengangkat dua berita tentang hal ini, masing masing berjudul „Muslimische Umerziehung für Punks“ dan „Polizei steckt Punks in Umerziehungslager“ atau Polisi menempatkan anak2 punk di kamp latihan.

Koran (online) Jerman lain yang berbasis di Berlin, Berliner morgenpost tidak ikut ketinggalan. Di hari yang sama rabu (14.12) bahkan koran ini mengangkat dua berita tentang hal ini, masing masing berjudul „Muslimische Umerziehung für Punks“ dan „Polizei steckt Punks in Umerziehungslager“ atau Polisi menempatkan anak2 punk di kamp latihan.
Dari jerman, saya coba ke negara tetangganya, Belanda. Awalnya saya coba search berita di salah satu koran online terbesar negara asal van Bommel ini, nu.nl. tapi saya kaget ketika tidak menemukan berita apa2 dari sini. Selanjutnya saya coba lihat di de volkstrat, dan beruntung radio Belanda NRW telah mensarikan beritanya.
Radio Belanda yang versi indonesia mengangkat judul „Penggundulan Anak-anak Punk di Aceh“. Menariknya, berita yang di sarikan tidak hanya dari de volkstrat, tapi juga dari HLN, koran dari Belgia. Berikut kutipannya: „Seperti De Volkskrant, koran online berbahasa Belanda dari Belgia itu juga menulis bahwa Aceh adalah satu-satunya provinsi Indonesia yang memberlakukan syariat Islam.
“Zina dihukum rajam, homoseksual dipenjarakan atau dicambuk dan jilbab diwajibkan kepada semua perempuan,” tulis HLN.be lebih lanjut. “Mereka juga dilarang mengenakan celana jeans ketat.” De Volkskrant menambahkan.
Anak-anak punk tersebut tidak hanya dicukur rambutnya, tapi mereka “derehabitasi”. Mereka dilatih ala militer dan disuruh mengaji.
“Zina dihukum rajam, homoseksual dipenjarakan atau dicambuk dan jilbab diwajibkan kepada semua perempuan,” tulis HLN.be lebih lanjut. “Mereka juga dilarang mengenakan celana jeans ketat.” De Volkskrant menambahkan.
Anak-anak punk tersebut tidak hanya dicukur rambutnya, tapi mereka “derehabitasi”. Mereka dilatih ala militer dan disuruh mengaji.
Untuk kesimpulannya, silakan anda cerdasi sendiri.
Selanjutnya saya coba ke negaranya Arsene wenger. Yahoonews berbahasa perancis mengangkat berita „Il ne fait pas bon être punk à Aceh en Indonésie“ yang bermaksud kira-kira “tidak baik menjadi punk di Aceh”. Berita ini di sertai dengan video ketika anak-anak punk sedang dicukur, sedang dikumpulkan di suatu tempat dan ketika sedang mereka di mandikan dalam sebuah kolam yang menurut radio Belanda dianggap sebagai „mandi spiritual“, saya menarik nafas dalam, tersenyum ketir.
Selesai dari perancis, saya „nyebrang“ ke negaranya David Beckam, Inggris. Situs BBC.co.uk mengangkat berita „Indonesia’s Aceh punks shaved for’re-education’, sedangkan telegraph menuliskan berita dengan judul “Police shave the heads of punks in Aceh, Indonesia, and force them to bathe”.
Berita dari Telegraph ini sempat saya posting di wall Facebook dengan sedikit komen dari saya bahwa berita ini tidak seluruhnya benar. Seorang kawan yang asal Liverpool langsung memberikan komentarnya di wall saya, syukur dia cukup mengerti ketika saya ajak ketemuan dan saya jelaskan duduk perkaranya.
Berita dari Telegraph ini sempat saya posting di wall Facebook dengan sedikit komen dari saya bahwa berita ini tidak seluruhnya benar. Seorang kawan yang asal Liverpool langsung memberikan komentarnya di wall saya, syukur dia cukup mengerti ketika saya ajak ketemuan dan saya jelaskan duduk perkaranya.
Dari Inggris, saya sebenarnya ingin mencari informasi lagi dari beberapa negara lain di Eropa, cuma karena belum makan siang, saya langsung terbang ke negara Barrack Obama (kali ini bukan pemain bola
). The Washington post mengangkat berita “Hard-line Indonesian province shaves mohawks off punk rockers detained at concert”. Memembaca judulnya saja sudah membuat saya geleng-geleng kepala, Peu dipeugah awak nyan?

Tidak jauh dengan Washington post, voice of America (VOA) menulis “Sharia Police Arrest ‘Punks’ in Indonesia’s Aceh”, yang lagi-lagi membuat saya “measek ulee”, judulnya saja sudah salah karena yang tangkap mereka bukan polisi syariah, melainkan polisi biasa. Membaca beritanya, saya dapat informasi yang cukup provokatif, misalnya VOA menulis “Super conservative: Aceh is traditionally more conservative than other parts of Indonesia, bla bla bla, The province has specific Sharia bylaws that outlaw homosexuality and gambling, while adultery is punishable to death by stoning”. Sekali lagi saya terkejut, karena Seumur hidup, saya belum pernah mendengan ada orang Aceh yang dihukum dengan cara dilempat batu.


Tidak jauh dengan Washington post, voice of America (VOA) menulis “Sharia Police Arrest ‘Punks’ in Indonesia’s Aceh”, yang lagi-lagi membuat saya “measek ulee”, judulnya saja sudah salah karena yang tangkap mereka bukan polisi syariah, melainkan polisi biasa. Membaca beritanya, saya dapat informasi yang cukup provokatif, misalnya VOA menulis “Super conservative: Aceh is traditionally more conservative than other parts of Indonesia, bla bla bla, The province has specific Sharia bylaws that outlaw homosexuality and gambling, while adultery is punishable to death by stoning”. Sekali lagi saya terkejut, karena Seumur hidup, saya belum pernah mendengan ada orang Aceh yang dihukum dengan cara dilempat batu.
Sebelum kembali ke kampong, saya coba mengintip pemberitaan di Australia. Salah satu Koran disana, the age.com.au menulis judul “Police shave punks in Islamic crackdown” dan memulai berita dengan kata-kata “Police in Indonesia’s most conservative province raided a punk-rock concert and detained 65 fans, buzzing off their spiky mohawks and stripping away body piercings because of the perceived threat to Islamic values. Dog-collar necklaces and chains also were taken from the youths before they were thrown in pools of water for ”spiritual” cleansing. Selanjutnya silakan anda baca sendiri. Aaacyiih (maaf bersin)
Well, sebenarnya banyak Koran lain yang berbahasa spanyol, portugis, atau italia yang ikut menyebarkan berita (yang kadang-kadang bohong) tentang penertiban anak punk di Aceh. Namun saya sudah cukup kesal dengan apa yang sudah saya baca.
Untuk pemerintah kota Banda Aceh, saya sangat salut dengan kinerja anda, karena sejak kemunculan mereka di kota kita, kami sudah mulai kwatir, so jangan mundur dan jangan takut di tekan. Karena saya yakin, segala sesuatu yang berhubungan dengan islam atau Aceh pasti akan menarik perhatian dan bisa saja ditanggapi dengan cara berlainan.
Untuk pak kapolda Aceh, kali ini saya harus memberikan dua jempol saya untuk bapak, polisi seperti bapaklah yang kami rindukan selama ini. Untuk kawan2 lain warga Banda Aceh dan Indonesia, mari kita dukung apa yang telah kita lakukan aparata Negara kita untuk mengangani masalah punk ini. Karena kalau tidak, takutnya sekolah2 dan pengajian akan kosong karena ketagihan “gaya punk”. Dan jika semua orang jadi anak punk yang tinggal di jalanan, kepada siapa Negara ini nantinya di titipkan?
Ketika ada pemberitaan yang tidak benar atau tidak sesuai dengan kenyataan kita, maka tugas kita sendiri untuk membenarkan, karena kitalah yang paling tahu apa yang terjadi dan apa yang kita inginkan. Jangan langsung esmosi, apalagi anarki, tapi berfikirlah jernih dan berikan penjelasan.
Terakhir, kepada adek kami anak punk, semoga kalian bisa memdapatkan pelajaran di seulawah, dan kembali kesekolah serta memberika pesan ke kawan-kawa punk yang lain, bahwa untuk membangun sebuah bangsa, tidak cukup hanya dengan menjadi anak punk!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar